Powered By Blogger

Senin, 21 April 2014

Lapar

            “Kau tahu, masih sakit rasanya jika mengingat seluruh memori itu.Aku tertekan dan sempat berusaha untuk mengakhiri hidupku.Sebisa mungkin aku berusaha untuk menutupinya dari kedua orang tuaku dan juga ketiga kakakku.”,ucapku padanya.
            Gadis itu tertawa kecil sembari memicingkan matanya kearahku.”Kau selalu saja terlibat masalah yang tidak jelas.Sudahlah, lupakan tentang dirinya.Ia tak pantas untukmu.Ia cenderung lari dari masalah daripada berusaha untuk memperbaikinya.”
            Kuanggukkan kepalaku dengan pelan.
            Masih sakit rasanya jika memikirkan tentang dirinya.
            Dan usahanya agar hanya mau menjadi temannya lagi.
            Persetan pikirku.
            Jika aku tidak bisa memilikinya, seharusnya dia tidak memaksaku untuk dekat dengannya.
            Kuraih buku anatomiku dan mulai membuka bagian urogenitalia…
            “Kenapa kau membuka halaman itu?”,tanyanya dengan wajah yang sedikit memerah.
            “Karena kemarin baru sampai bagian ini?”
            Gadis itu terdiam beberapa saat.
            “Nova, adakah yang menyadari keberadaanku disini selain dirimu?”
            “Anya, sudah kukatakan padamu puluhan kali.Berhentilah berkata seakan kau hanyalah delusi dari pikiranku!”
            Ia tertawa cekikikan.Diambilnya minuman dari kulkas dan meneguknya hingga habis tanpa menawarkannya padaku terlebih dahulu.
            Kuakui, wajahnya memang manis bagai malaikat walaupun hatinya lumayan bejat.
            Sangat disayangkan sekali…
            Malam kian meninggi dan dari kejauhan terdengarlah suara penjual tahu campur yang berkeliaran mencari pembeli.Dimalam yang dingin ini ku akui kalau sangat dingin sekali.
            Sungguh malam yang sangat kubenci…
            “Adakah gadis yang kau sukai?”,tanyanya tiba-tiba memecah keheningan.
            Aku berpikir, berpura-pura berpikir lebih tepatnya.
            “Jawablah saja dengan jujur.Aku pasti mendukungmu.Aku ingin melihat kau bahagia bersama orang yang kau cintai.”,ucapnya dengan tatapan lugu.
            Aku menghela nafasku,”Jidatmu bahagia.Dengan uang yang dibatasi dan sumber daya yang dikurangi, lebih baik sendiri dahulu.”
            Ia tertawa mendengarnya.
            “Aku ikhlas dan rela jika kau menginginkan orang lain daripada diriku.”
            Kuraih bantal terdekat dan kulempar kearahnya.
            Dan lemparanku tepat mengenai wajahnya.
            Ia berusaha membalasku namun tidak mengenai sedikit pun.
            “Berhentilah berkata seperti itu.”,ucapku padanya.”Kau membuatku merasa bersalah.”
            Tiba-tiba, matanya yang tadinya ceria kini mulai berkaca-kaca.Tidak lama kemudian, air mata mulai meleleh dari kedua ujung matanya.Air mata tersebut membasahi kedua belah pipinya yang merah dan tampak lezat tanpa ada alasan yang jelas.
            Entah mengapa, ketika ia menangis seperti ini malah membuatnya tampak imut.Sikapnya yang biasanya dewasa dan terkadang menyebalkan menjadi berbeda 190 derajat.
            Melihatnya seperti itu malah membuatku ingin tersenyum dan mendekapnya sebelu…
            PLAK!
            Sebuah tamparan mendarat diwajahku…
            Dan sungguh sangat menyakitkan…
            “Kamu tega! Aku lagi sedih kenapa kamu malah tersenyum?!”,tanyanya dengan nada marah namun dengan mata yang masih berlinangan dengan air matanya.”Aku benci kamu!!!”
            Nada marahnya malah terdengar lucu untukku, entah kenapa tiba-tiba ruangan terasa panas, membuatku ingin menanggalkan pakaian yang kukenakan.
            PLAK!
            Tamparan kedua mendarat dengan sukses ke sisi yang lain.
            Bukan perasaan sakit melainkan tampak seperti suatu perasaan yang menyenangkan.
            Anya tiba-tiba menjauh dan merapat ke pojok tempat tidurku sembari memasang ekspresi ketakutan.Entah mengapa ia tiba-tiba menjadi takut seperti itu sementara kau mulai merasa sedikit terangsang dengan tamparannya barusan.
            “Nova…Hentikanlah…Maafkan aku karena telah menamparmu!!!”, jeritnya ketakutan.
            Aku tertawa…
            Sungguh lucu melihatnya ketakutan seperti itu…
            Ia semakin menyudut ketika aku duduk dipinggir ranjang.
            “Tenanglah, kau kira aku akan melakukannya malam ini kepadamu? Kau bukanlah budak cintaku.Kau kira aku orang yang seperti itu?”
            Anya masih menangis sesunggukan.
            “Ingatlah satu hal, jangan membahas masalah cinta lagi, oke? Sepertinya aku salah mengambil level sebelum lahir dulu.”
            Kusandarkan punggungku kedinding dihadapannya.
            Suatu saat nanti jika saatnya tepat.
            Aku akan menemukannya.
            “Aku berjanji padamu, suatu saat nanti, akan kucarikan tubuh yang tepat untukmu.”
            Gadis itu berhenti menangis…
            Wajahnya berubah menjadi ekspresi senang…
            “Apakah kau lapar?”,tanyaku padanya.
            Ia mengangguk lemah…
            Kusodorkan lenganku padanya…
            Dan ia mulai membuka mulutnya dan menggigit lenganku…
            Sepertinya, aku mulai lapar akan tubuhnya…


FIN