Powered By Blogger

Minggu, 21 Agustus 2016

The Girl and The Painting

“Hari ini adalaha hari yang penting bagi Kekaisaran Britannia! Upacara Inagurasi Kaisar Edward X akan dilakukan pada Westminster Abbey pukul 09.00 nanti! Terus ikuti laporan berita hanya di Channel 7!”
*Klik*
“Dari narasumber kami, Dai-Nippon menurunkan ratusan tentara pada daerah Tainaka, yang dahulu bernama Tiangong yang berbatasan langsung dengan Noble Republic of Indonesia pasca terjadi Insiden kecil dimana sejumlah warga etnis China berusaha melarikan diri dari NRI. . .”
*Klik*
“THE WORLD ART EXHIBITION NOW IS OPEN AT LONDON SQUARE!”
*Klik*
Televisi pun kini menjadi hening, ditiupnya secangkir teh yang masih hangat pada tangan kanannya sementara tangan kiri meraih Koran yang ada disisinya. Matanya ungunya bergerak perlahan mencari berita pada Koran sementara bibirnya masih meniupkan udara untuk menurunkan suhu dari teh Raspberry Earl yang belum tersentuh dari tadi.
Pada Koran tersebut, terlihat headline news yang bertuliskan “BREAKNEWS! AFTER THE FALL OF THE PRC AND USA, NEW SUPERPOWER EMERGE!”
Ia hanya tersenyum kecil.
Disesapnya perlahan the yang mulai mendingin itu, menikmati setiap tegukan dari teh hitam yang kini mulai langka. Seteguk demi seteguk hingga akhirnya cangkir itu kosong, tak meninggalkan setetes teh pun yang tersisa. Ia kembali memandang televisi yang kini telah mati, tak lama kemudian mata ungunya menatap jam yang tergantung pada dinding diatas televisi tersebut.
            “Sudah menunjukkan pukul 7.30, sebentar lagi ia akan dat. . .”, gumamnya.
TENGTOONG
TENGTOONG
“GUTEN TAG!”
            Terdengar suara bell yang berbunyi dan teriakan yang sangat familiar ditelinganya.
            “Remilia, bisakah engkau menolong dengan membukakan pintu dan menyambut tamu itu?”, perintahnya kepada seorang gadis dengan rambut pendek berwarna biru yang merupakan personal maidnya.”Dan tolong bawakan barang yang ia bawa jika ada menuju kamarnya.”
            Remilia hanya mengangguk mengiyakan.
            Alfred pun mengelus kepalanya, sebelum maid tersebut pergi.
            Kemudian, ia pun segera meletakkan Koran yang sedang ia pegang pada salah satu side-table dari sofa yang merupakan singgasananya.
            Tak berapa lama, tampak sepasang tangan yang besar memeluknya.”SURPRISE BEAR HUG!”
            “Herman!”,pekiknya.
            Herman Dietrich von Wolff, begitulah nama lengkap seorang sahabat karibnya yang baru saja tiba dari Deutsches Kaiserreich. Seorang Pria dengan tinggi 192 cm(Alfred hanya setinggi 179 cm), berambut klimis hitam dengan sedikit jenggot Monseiur dan bermata biru
            Herman pun segera menghentikan pelukannya.”Alfred Huntington! Mein besten freund, ja! Lama tak berjumpa! Dan kulihat kau sekarang telah memiliki seorang maid untuk mansionmu yang sedikit kusam namun tetap menawan ini!”
            Berbeda dengan stereotype tentang orang etnis Germanic pada umumnya, Herman terlalu ceria dan carefree, bahkan tidak ada yang menyangka dibalik sifatnya ia adalah seorang Geheimnis Feuerbereitschaft dan pebisnis.
            Alfred sedikt mendengus kesal, namun ia tahu bahwa itu memang pujian dari Herman.
            “Dimana Boris, Ahmed, Tirto dan Sugihara?”
            Herman menggelengkan kepalanya.
            “Mereka sedang sibuk dengan urusan Negara mereka masing-masing. Boris sibuk mengurusi pemberontakan di Florida, Ahmed batal karena dijodohkan. Sementara Tirto dan Sugihara, dapat kau lihat di televisi.”
            Alfred pun segera berdiri dan mengambil kunci mobilnya.”Ayo, mari kita lanjutkan sembari perjalanan menuju pameran seni! Semoga saja ada beberapa lukisan indah yang bias kubawa pulang.”
            Herman pun mengangguk senang dan mengikuti Alfred berjalan menuju mobilnya, sebuah Bristol Bullet. Dari mansion milik Alfred menuju pameran seni memakan waktu selama 1 jam lebih 30 menit.
            “Hey, Alfred, apa yang kau lakukan pada saat ini diwaktu senggang?”, celetuk Herman.
            Alfred tampak berpikir sejenak.
            “Menikmati secangkir teh, mengawasi perkebunan dan peternakan, menjadi investor, dan mengkoleksi lukisan, menjadi seorang curator.”
            Herman pun mengangguk-angguk.
            “Herman, bisakah aku meminta tolong padamu untuk mencari daftar nama pelukis yang menghadiri pameran di gorogel?”, pinta Alfred sembari terus memperhatikan jalan.
            Dengan cekatan Herman mulai melakukan searching.
            Tak berapa lama, ia berhasil menemukan 10 buah nama pelukis yang mengikuti pameran seni itu.
Keita Shiori, 22 tahun, realism.
Sandra, 22 tahun, realism.
Natalya, 21 tahun, surrealism.
Johan Gotebsburg, 45 tahun, realism.
Marco Domingo, 49 tahun, naturalism.
Stephanie Mayer, 32 tahun, romantism.
Laika Kuruschev, 27 tahun, ekspresionism.
Jeanne Filia, 25 tahun, Impressionism.
Jacques Frenhard, 50 tahun, romantism.
Tora Bika, 44 tahun, naturalism.
            Setelah itu, Alfred tampak memikirkan sesuatu, sementara Herman sibuk merekam dan mengambil foto pemandangan selama perjalanan.
            Ditengah jalan, mereka berhenti disebuah kios bensin untuk mengisi bensin dan membeli camilan. Herman tampak girang ketika mendengar ada penjual Fish N Chips, sementara Alfred lebih memilih untuk membeli tiga buah sandwich isi daging asap.
            Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan sembari menikmati makanan yang mereka beli.
            Alfred melirik jam pada dashboard, sudah menunjukkan pukul 09.30. Lebih cepat 15 menit dari yang ia duga. Ia pun segera memarkir mobilnya pada parking lot terdekat dan membangunkan Herman yang tertidur pasca menghabiskan dua sandwich dan sebungkus Fish n Chips.
“OPEN NOW! ENJOY THE EXHIBITION & PREPARE FOR THE AUCTION!”
“FISH AND CHIPS! HOT DOGS! SANDWICH! VERY HALAL!”
“KEBAB! PURE KEBAB AT HERE!”
            Sungguh sangat ramai dan penuh sesak! Banyak sekali pengunjung yang datang baik penikmat seni maupun hanya sekedar berjalan-jalan. Mereka berdua segera menuju loket masuk dan membeli tiket seharga 20 Poundsterling per tiket atau seharga 10 Deutschemarken per tiket.
            “Hei, Alfred, seni lukisan dengan gaya apa yang kau suka, ja?”, Tanya Herman pada Alfred. ”Romantism dan Ekspresionism sangan indah menurutku.”
            “Realism is the best!”, jawab Alfred dengan mata yang berbinar.
            Herman tertawa.”Oh, ja, beberapa pelukis realism banyak yang baru dan banyak einen Mädchen, ja~! Siapa tahu kau bisa bertemu jodohmu disini! Atau lima tahun lagi kau menjadi penyihir! Ahaha!”
            Alfred hanya tersenyum kecil, ia tidak pernah berpikir jauh untuk segera menikah.
            Dikeluarkan handphonenya dan segera mengetik pesan singkat untuk memberitahu Remilia bahwa ia akan pulang sedikit telambat karena setelah dari pameran ia berencana untuk pergi membeli beberapa kotak teh dan kopi, serta bagel dan donat.
FIRST ROOM : SHOWROOM
            “The Farmer and His Potatoes, by Johan G. Lumayan indah, sungguh mendalam menggambarkan usaha dan perjuangan sang petani agar kentang-kentangnya dapat tumbuh dengan baik sehat, cerdas dan tidak salah pergaulan.”, gumam Herman.”Work In The Field, by Johan G. Hmm. . . Lukisan selanjunya. . . Oh, ini menarik.”
            Herman tampak sibuk mememandangi sembari berusaha memahami setiap bingkai lukisan yang ada satu per satu.
            Dilain sisi, mata Alfred sibuk memandangi dengan takjub sebuah lukisan yang sungguh menggugah hatinya, sebuah lukisan dengan judul “A Girl Purest Love”.
            Lukisan itu sungguh sangat indah baginya, tanpa ia sadari seakan dapat memahami perasaan sang pelukis. Bagai kedua jiwa saling bersentuhan namun tidak saling bertemu, hanya lukisan sebagai pintu yang menyatukan.
            Tampak seorang gadis dengan wajah yang sendu, sedang menanti sang kekasih yang sedang melakukan perjalanan jauh untuk mengadu nasib dan saat nanti akan kembali untuk menjadikannya seorang pengantin.
            “Alfred?”
            Ia masih ttidak bergeming. . .
            “Alfred~”
            Alfred masih tetap terpaku pada lukisan itu, seakan ia sedang mengalami de javu.
            “GREPE~”, ucap Hermann sembari menggrepe Alfred dari belakang.”Baru kali ini ada orang yang begitu serius melihat sebuah lukisan.”
            Alfred hanya terdiam, ia masih merasakan adanya feeling pada lukisan itu.
            Sementara itu, dari kejauhan, ada sepasang mata yang mengawasi mereka berdua semenjak memasuki area pameran. . .
SECOND ROOM : AUCTION ROOM
            Tak terasa, waktu terus berjalan dan berlalu, kini siang hari telah berubah menjadi petang. Kegelapan dengan perlahan mulai menyelimuti kota London yang kini berkilauan dari cahaya lampu malam. Jam tangan telah menunjukkan waktu pukul 18.35 GMT. Lima menit lagi menuju acara auction lukisan.
            Dengan sigap, Alfred meraih handphonennya dan mengecheck jumlah uang yang ada direkeningnya. Senyuman kebahagiaan tampak terlihat pada wajahnya. Mata ungunya kini berbinar laksana pantulan batu amethystine yang terkena cahaya.
            Ia segera menyeret Hermann yang sedang memakan Fish n Chips untuk mendekati panggung.
            Tak berapa lama, tampillah seorang pria botak, tinggi dan dtambun pada panggung tersebut.
            Pria tersebut segera memajang semua lukisan yang ada dan menawarkan harga pada auksi.
            Satu demi satu lukisan tersebut terjual.
            Hermann segera memborong sejumlah lukisan milik pelukis Johan. Total pada hari itu ia menghabiskan sekitar empat ratus tujuh belas juta poundsterling untuk empat buah lukisan karya Johan G. Tak lupa ia meminta pada pihak penyelenggara agar keempat lukisan tersebut agar dipaketkann menuju rumahnya di Danzig. Dan secara tak terduga, ia mendapatkan kesempatan untuk berbincang, meminum kopi dan berfoto bersama sang pelukis secara langsung.
            Kini tibalah saatnya untuk mengauksi lukisan “A Girl Purest Love”
            Promotor itu beristirahat sebentar sembari meminum segelas air sebelum akhirnya berbicara.”Lukisan ini, merupakan masterpiece karya seorang gadis yang baru saja memasuki dunia seni lukis. Lukisan ini berjudul “A Girl Purest Love”! Lelang akan dibuka dengan harga dua juta Poundsterling~!”
            Banyak pengunjung yang terpukau ketika melihat lukisan tersebut saat ditampilkan diatas panggung.
            KRING-KRING
            KRING-KRING
            Sebuah pesan singkat masuk kedalam handphone sang Promotor.
            Suasana hening seketika.
            Tampak sang Promotor menelan ludahnya.
            Tak berapa lama ia berusaha melancarkan suaranya.
            “Maaf para hadirin sekalian, sang Pelukis Lukisan ini baru saja memberitahu bahwa, barang siapa membeli lukisan ini, dengan harga tinggi, akan mendapatkan waktu untuk berbincang dengannya.”
            Alfred menatap dengan bingung.
            “Baik, dibuka dengan awalan dua juta poundsterling.”
            Suasana hening.
            Tiba-tiba, seorang berteriak. “Lima juta poundsterling!”
            “Enam juta!”
            “Sepuluh Juta!”
            Rasa penasaran akan siapa sang pelukis membuat orang-orang berlomba untuk mendapatkannya.
            “Dua belas juta!”
            Alfred membenarkan posisi kerahnya.
            Ia menghela nafas panjang.
            “EMPAT PULUH LIMA JUTA!”, teriaknya lantang.
Ruangan langsung hening kembali.
“Ada penawaran lain lagi?”, Tanya sang Promotor.”Tidak ada? Baiklah, lukisan terjual pada bapak bermata ungu itu!”
Tanpa disadari, Alfred melonjak-lonjak kesenangan.
Sang Promotor pun segera memberikannya secarik kertas.
Kertas tersebut berisikan waktu, tanggal, dan lokasi pertemuan.
Setelah itu, Alfred dan Hermann segera menuju restaurant terdekat untuk makan malam bersama.
“Jadi, apakah kau akan mengunjungi lokasi itu?”,Tanya Herman.”Lumayan, siapa tahu kalian berjodoh.”
Alfred hanya tersenyum, sembari menikmati black tea favoritenya dan steak daging domba yang ia pesan.
“Hey, Alfred, apakah kau merasa seakan kita diikuti dan diawasi dari tadi?”,ucap Hermann tiba-tiba.
Ia menggeleng.
“Mungkin hanya perasaanku saja.”
Mereka melanjutkan makan malam dalam diam.
Usai makan, Hermann yang mendapat giliran untuk mengemudi pulang.
Perlahan, Alfred merasakan rasa kantuk menyerang.
Tak terasa ia kini tertidur.
Sesampainya diruamh, Hermann segera meminta Remilia untuk menggendong tuannya yang tertidur, sementara ia memarkirkan mobil milik Alfred kedalam garasi.
ZING!
Instingnya seakan memberitahukan jika mereka diawasi oleh seseorang dari kejauhan.
Namun, ia tidak ambil pusing.
Karena, iam percaya tidak ada seorang pun yang sanggup menyakiti Alfred.


FIN

Senin, 12 Januari 2015

Move On

Move On adalah gabungan daripada dua suku kata, yaitu Move yang berarti Jalan dan On yang berarti Atas atau hidup.
Sehingga Move On adalah Jalan Hidup(?) atau malah Jalan Atas(?)

Sesungguhnya, tak sepantasnya lah apabila kita mempermasalahkan pencernaan kalimat yang baik dan benar, oleh karena itu, marilah mengacu pada Kamus Bahasa Sehari-Hari.

Move On sendiri dapat diartikan sebagai jalan lurus atau melanjutkan jalan.

Yang berarti...

Menghapus...

Kenangan...

Memori...

Ingatan...

Kebiasaan bersama...

dan...

Koleksi foto...

dari mantan...

FUCK THIS SHIT!!!

Sumpeh, ngapus kenangan bersama mantan itu susah, karena ujung-ujungnya merindukan kebiasaan yang dilakukan bersama dengan mantan...


Suatu hubungan yang kandas ditengah jalan itu sungguh sangat menyebalkan.

Tapi, sepertinya cukup..

Sekarang waktunya masuk kedalam inti.

Yaitu, seperti apa rasanya usaha move on saya dahulu...

Saat mau move on, rasanya.. Sulit men...

Hegemoni yang runtuh membiarkan luka menganga...
Dalam qalbu yang perlahan mati...

Dopamine seakan berhenti diproduksi...
dan...
dan...
kortisol yang menumpuk...

 Setidaknya, selama proses move on, saya kehilangan 13 kg.

Jadi, saya mendapatkan sesuatu yang bagus untuk saya.
:3

Tapi, cara paling ampuh adalah dengan meningkatkan produksi dopamine dalam tubuh.

Bermain game salah satunya.

Sankyuu tante yang berbaik hati ngajak saya maen DOTA2!

Kalo gak ada tante, mungkin saya sudah loncat dari pinggir Sungai Rolak~
( ^w^ )/

Senin, 21 April 2014

Lapar

            “Kau tahu, masih sakit rasanya jika mengingat seluruh memori itu.Aku tertekan dan sempat berusaha untuk mengakhiri hidupku.Sebisa mungkin aku berusaha untuk menutupinya dari kedua orang tuaku dan juga ketiga kakakku.”,ucapku padanya.
            Gadis itu tertawa kecil sembari memicingkan matanya kearahku.”Kau selalu saja terlibat masalah yang tidak jelas.Sudahlah, lupakan tentang dirinya.Ia tak pantas untukmu.Ia cenderung lari dari masalah daripada berusaha untuk memperbaikinya.”
            Kuanggukkan kepalaku dengan pelan.
            Masih sakit rasanya jika memikirkan tentang dirinya.
            Dan usahanya agar hanya mau menjadi temannya lagi.
            Persetan pikirku.
            Jika aku tidak bisa memilikinya, seharusnya dia tidak memaksaku untuk dekat dengannya.
            Kuraih buku anatomiku dan mulai membuka bagian urogenitalia…
            “Kenapa kau membuka halaman itu?”,tanyanya dengan wajah yang sedikit memerah.
            “Karena kemarin baru sampai bagian ini?”
            Gadis itu terdiam beberapa saat.
            “Nova, adakah yang menyadari keberadaanku disini selain dirimu?”
            “Anya, sudah kukatakan padamu puluhan kali.Berhentilah berkata seakan kau hanyalah delusi dari pikiranku!”
            Ia tertawa cekikikan.Diambilnya minuman dari kulkas dan meneguknya hingga habis tanpa menawarkannya padaku terlebih dahulu.
            Kuakui, wajahnya memang manis bagai malaikat walaupun hatinya lumayan bejat.
            Sangat disayangkan sekali…
            Malam kian meninggi dan dari kejauhan terdengarlah suara penjual tahu campur yang berkeliaran mencari pembeli.Dimalam yang dingin ini ku akui kalau sangat dingin sekali.
            Sungguh malam yang sangat kubenci…
            “Adakah gadis yang kau sukai?”,tanyanya tiba-tiba memecah keheningan.
            Aku berpikir, berpura-pura berpikir lebih tepatnya.
            “Jawablah saja dengan jujur.Aku pasti mendukungmu.Aku ingin melihat kau bahagia bersama orang yang kau cintai.”,ucapnya dengan tatapan lugu.
            Aku menghela nafasku,”Jidatmu bahagia.Dengan uang yang dibatasi dan sumber daya yang dikurangi, lebih baik sendiri dahulu.”
            Ia tertawa mendengarnya.
            “Aku ikhlas dan rela jika kau menginginkan orang lain daripada diriku.”
            Kuraih bantal terdekat dan kulempar kearahnya.
            Dan lemparanku tepat mengenai wajahnya.
            Ia berusaha membalasku namun tidak mengenai sedikit pun.
            “Berhentilah berkata seperti itu.”,ucapku padanya.”Kau membuatku merasa bersalah.”
            Tiba-tiba, matanya yang tadinya ceria kini mulai berkaca-kaca.Tidak lama kemudian, air mata mulai meleleh dari kedua ujung matanya.Air mata tersebut membasahi kedua belah pipinya yang merah dan tampak lezat tanpa ada alasan yang jelas.
            Entah mengapa, ketika ia menangis seperti ini malah membuatnya tampak imut.Sikapnya yang biasanya dewasa dan terkadang menyebalkan menjadi berbeda 190 derajat.
            Melihatnya seperti itu malah membuatku ingin tersenyum dan mendekapnya sebelu…
            PLAK!
            Sebuah tamparan mendarat diwajahku…
            Dan sungguh sangat menyakitkan…
            “Kamu tega! Aku lagi sedih kenapa kamu malah tersenyum?!”,tanyanya dengan nada marah namun dengan mata yang masih berlinangan dengan air matanya.”Aku benci kamu!!!”
            Nada marahnya malah terdengar lucu untukku, entah kenapa tiba-tiba ruangan terasa panas, membuatku ingin menanggalkan pakaian yang kukenakan.
            PLAK!
            Tamparan kedua mendarat dengan sukses ke sisi yang lain.
            Bukan perasaan sakit melainkan tampak seperti suatu perasaan yang menyenangkan.
            Anya tiba-tiba menjauh dan merapat ke pojok tempat tidurku sembari memasang ekspresi ketakutan.Entah mengapa ia tiba-tiba menjadi takut seperti itu sementara kau mulai merasa sedikit terangsang dengan tamparannya barusan.
            “Nova…Hentikanlah…Maafkan aku karena telah menamparmu!!!”, jeritnya ketakutan.
            Aku tertawa…
            Sungguh lucu melihatnya ketakutan seperti itu…
            Ia semakin menyudut ketika aku duduk dipinggir ranjang.
            “Tenanglah, kau kira aku akan melakukannya malam ini kepadamu? Kau bukanlah budak cintaku.Kau kira aku orang yang seperti itu?”
            Anya masih menangis sesunggukan.
            “Ingatlah satu hal, jangan membahas masalah cinta lagi, oke? Sepertinya aku salah mengambil level sebelum lahir dulu.”
            Kusandarkan punggungku kedinding dihadapannya.
            Suatu saat nanti jika saatnya tepat.
            Aku akan menemukannya.
            “Aku berjanji padamu, suatu saat nanti, akan kucarikan tubuh yang tepat untukmu.”
            Gadis itu berhenti menangis…
            Wajahnya berubah menjadi ekspresi senang…
            “Apakah kau lapar?”,tanyaku padanya.
            Ia mengangguk lemah…
            Kusodorkan lenganku padanya…
            Dan ia mulai membuka mulutnya dan menggigit lenganku…
            Sepertinya, aku mulai lapar akan tubuhnya…


FIN

Selasa, 14 Januari 2014

Mutation.

For the glorious nation!
Mutation sometimes is very deforming.
But, for the truth,

a mutation is a change of the nucleotide sequence of the genome of an organism, virus, or extrachromosomal genetic element. Mutations result from unrepaired damage to DNA or to RNA genomes (typically caused by radiation or chemical mutagens), errors in the process of replication, or from the insertion or deletion of segments of DNA by mobile genetic elements.

Work in the nuclear power plant they said...
Good pay they said...
well it's true as long self-security is numero uno!
 
Glorious Nation always in need of Great Amount of Electricity!

Except...
there is a new way to create a cheap electricity that harmless to humanity.

Support your nation by work harder, sleep more, and spend more money in local product!

Wait...
Isn't this post about mutation???

Oh, yeah!

I just remember that i'm running out of more explanation!
Need more sleep : Underblanket.

Something about Bipolar Disorder, Comrade.



Today is about Bipolar disorder, also known as bipolar affective disorder, manic-depressive disorder, or manic depression, is a mental illness classified by psychiatry as a mood disorder. Individuals with bipolar disorder experience episodes of an elevated or agitated mood known as mania alternating with episodes of depression.

Mania can occur with different levels of severity. At milder levels of mania, known as hypomania, individuals appear energetic, excitable, and may be highly productive. As mania becomes more severe, individuals begin to behave erratically and impulsively, often making poor decisions due to unrealistic ideas about the future, and may have great difficulty with sleep. At the most severe level, individuals can experience very distorted beliefs about the world known as psychosis.

Individuals who experience manic episodes also commonly experience depressive episodes; some experience a mixed state in which features of both mania and depression are present at the same time. Manic and depressive episodes last from a few days to several months or even a years.

About 4% of people suffer from bipolar disorder. Prevalence is similar in men and women and, broadly, across different cultures and ethnic groups. Genetic factors contribute substantially to the likelihood of developing bipolar disorder, and environmental factors are also implicated. Bipolar disorder is often treated with mood stabilizing medications and psychotherapy. In serious cases, in which there is a risk of harm to oneself or others, involuntary commitment may be used. These cases generally involve severe manic episodes with dangerous behavior or depressive episodes with suicidal ideation. There are widespread problems with social stigma, stereotypes, and prejudice against individuals with a diagnosis of bipolar disorder. People with bipolar disorder exhibiting psychotic symptoms can sometimes be misdiagnosed as having schizophrenia.
The current term bipolar disorder is of fairly recent origin and refers to the cycling between high and low episodes (poles). The term "manic–depressive illness" or psychosis was coined by German psychiatrist Emil Kraepelin in the late nineteenth century, originally referring to all kinds of mood disorder. German psychiatrist Karl Leonhard split the classification in 1957, employing the terms unipolar disorder (major depressive disorder) and bipolar disorder.

Sadly, some of us didn't realized if they had bipolar disorder.
What we should do is..
Help them.
Glorious nation start from a glorious heart full of charity and liberty.
Not Freedom and disorder.

Self-defeating Personality Disorder



Self-defeating personality disorder (also known as masochistic personality disorder) is a proposed personality disorder.
Self-defeating personality disorder is:
A) A pervasive pattern of self-defeating behavior, beginning by early adulthood and present in a variety of contexts. The person may often avoid or undermine pleasurable experiences, be drawn to situations or relationships in which he or she will suffer, and prevent others from helping him or her, as indicated by at least five of the following:
1.      chooses people and situations that lead to disappointment, failure, or mistreatment even when better options are clearly available
2.      rejects or renders ineffective the attempts of others to help him or her
3.      following positive personal events (e.g., new achievement), responds with depression, guilt, or a behavior that produces pain (e.g., an accident)
4.      incites angry or rejecting responses from others and then feels hurt, defeated, or humiliated (e.g., makes fun of spouse in public, provoking an angry retort, then feels devastated)
5.      rejects opportunities for pleasure, or is reluctant to acknowledge enjoying himself or herself (despite having adequate social skills and the capacity for pleasure)
6.      fails to accomplish tasks crucial to his or her personal objectives despite demonstrated ability to do so, e.g., helps fellow students write papers, but is unable to write his or her own
7.      is uninterested in or rejects people who consistently treat him or her well, e.g., is unattracted to caring sexual partners
8.      engages in excessive self-sacrifice that is unsolicited by the intended recipients of the sacrifice
B) The behaviors in A do not occur exclusively in response to, or in anticipation of, being physically, sexually, or psychologically abused.
C) The behaviors in A do not occur only when the person is depressed.

Subtype
Description
Personality Traits
Virtuous
Including histrionic features
Proudly unselfish, self-denying, and self-sacrificial; self-ascetic; weighty burdens are judged noble, righteous, and saintly; others must recognize loyalty and faithfulness; gratitude and appreciation expected for altruism and forbearance.

Possessive
Including negativistic features
Bewitches and ensnares by becoming jealous, overprotective, and indispensable; entraps, takes control, conquers, enslaves, and dominates others by being sacrificial to a fault; control by obligatory dependence.


Self-undoing
Including avoidant features
Is “wrecked by success”; experiences “victory through defeat”; gratified by personal misfortunes, failures, humiliations, and ordeals; eschews best interests; chooses to be victimized, ruined, disgraced.


Oppressed
Including depressive features
Experiences genuine misery, despair, hardship, anguish, torment, illness; grievances used to create guilt in others; resentments vented by exempting from responsibilities and burdening “oppressors.”

I lack source to write more about these...
Lack of time to open the medical journal...
Trully sorry mate!