“Kau
tahu, masih sakit rasanya jika mengingat seluruh memori itu.Aku tertekan dan
sempat berusaha untuk mengakhiri hidupku.Sebisa mungkin aku berusaha untuk
menutupinya dari kedua orang tuaku dan juga ketiga kakakku.”,ucapku padanya.
Gadis
itu tertawa kecil sembari memicingkan matanya kearahku.”Kau selalu saja
terlibat masalah yang tidak jelas.Sudahlah, lupakan tentang dirinya.Ia tak
pantas untukmu.Ia cenderung lari dari masalah daripada berusaha untuk
memperbaikinya.”
Kuanggukkan
kepalaku dengan pelan.
Masih
sakit rasanya jika memikirkan tentang dirinya.
Dan
usahanya agar hanya mau menjadi temannya lagi.
Persetan
pikirku.
Jika
aku tidak bisa memilikinya, seharusnya dia tidak memaksaku untuk dekat
dengannya.
Kuraih
buku anatomiku dan mulai membuka bagian urogenitalia…
“Kenapa
kau membuka halaman itu?”,tanyanya dengan wajah yang sedikit memerah.
“Karena
kemarin baru sampai bagian ini?”
Gadis
itu terdiam beberapa saat.
“Nova,
adakah yang menyadari keberadaanku disini selain dirimu?”
“Anya,
sudah kukatakan padamu puluhan kali.Berhentilah berkata seakan kau hanyalah
delusi dari pikiranku!”
Ia
tertawa cekikikan.Diambilnya minuman dari kulkas dan meneguknya hingga habis
tanpa menawarkannya padaku terlebih dahulu.
Kuakui,
wajahnya memang manis bagai malaikat walaupun hatinya lumayan bejat.
Sangat
disayangkan sekali…
Malam
kian meninggi dan dari kejauhan terdengarlah suara penjual tahu campur yang
berkeliaran mencari pembeli.Dimalam yang dingin ini ku akui kalau sangat dingin
sekali.
Sungguh
malam yang sangat kubenci…
“Adakah
gadis yang kau sukai?”,tanyanya tiba-tiba memecah keheningan.
Aku
berpikir, berpura-pura berpikir lebih tepatnya.
“Jawablah
saja dengan jujur.Aku pasti mendukungmu.Aku ingin melihat kau bahagia bersama
orang yang kau cintai.”,ucapnya dengan tatapan lugu.
Aku
menghela nafasku,”Jidatmu bahagia.Dengan uang yang dibatasi dan sumber daya
yang dikurangi, lebih baik sendiri dahulu.”
Ia
tertawa mendengarnya.
“Aku
ikhlas dan rela jika kau menginginkan orang lain daripada diriku.”
Kuraih
bantal terdekat dan kulempar kearahnya.
Dan
lemparanku tepat mengenai wajahnya.
Ia
berusaha membalasku namun tidak mengenai sedikit pun.
“Berhentilah
berkata seperti itu.”,ucapku padanya.”Kau membuatku merasa bersalah.”
Tiba-tiba,
matanya yang tadinya ceria kini mulai berkaca-kaca.Tidak lama kemudian, air mata
mulai meleleh dari kedua ujung matanya.Air mata tersebut membasahi kedua belah
pipinya yang merah dan tampak lezat tanpa ada alasan yang jelas.
Entah
mengapa, ketika ia menangis seperti ini malah membuatnya tampak imut.Sikapnya
yang biasanya dewasa dan terkadang menyebalkan menjadi berbeda 190 derajat.
Melihatnya
seperti itu malah membuatku ingin tersenyum dan mendekapnya sebelu…
PLAK!
Sebuah
tamparan mendarat diwajahku…
Dan
sungguh sangat menyakitkan…
“Kamu
tega! Aku lagi sedih kenapa kamu malah tersenyum?!”,tanyanya dengan nada marah
namun dengan mata yang masih berlinangan dengan air matanya.”Aku benci kamu!!!”
Nada
marahnya malah terdengar lucu untukku, entah kenapa tiba-tiba ruangan terasa
panas, membuatku ingin menanggalkan pakaian yang kukenakan.
PLAK!
Tamparan
kedua mendarat dengan sukses ke sisi yang lain.
Bukan
perasaan sakit melainkan tampak seperti suatu perasaan yang menyenangkan.
Anya
tiba-tiba menjauh dan merapat ke pojok tempat tidurku sembari memasang ekspresi
ketakutan.Entah mengapa ia tiba-tiba menjadi takut seperti itu sementara kau
mulai merasa sedikit terangsang dengan tamparannya barusan.
“Nova…Hentikanlah…Maafkan
aku karena telah menamparmu!!!”, jeritnya ketakutan.
Aku
tertawa…
Sungguh
lucu melihatnya ketakutan seperti itu…
Ia
semakin menyudut ketika aku duduk dipinggir ranjang.
“Tenanglah,
kau kira aku akan melakukannya malam ini kepadamu? Kau bukanlah budak
cintaku.Kau kira aku orang yang seperti itu?”
Anya
masih menangis sesunggukan.
“Ingatlah
satu hal, jangan membahas masalah cinta lagi, oke? Sepertinya aku salah
mengambil level sebelum lahir dulu.”
Kusandarkan
punggungku kedinding dihadapannya.
Suatu
saat nanti jika saatnya tepat.
Aku
akan menemukannya.
“Aku
berjanji padamu, suatu saat nanti, akan kucarikan tubuh yang tepat untukmu.”
Gadis
itu berhenti menangis…
Wajahnya
berubah menjadi ekspresi senang…
“Apakah
kau lapar?”,tanyaku padanya.
Ia
mengangguk lemah…
Kusodorkan
lenganku padanya…
Dan ia mulai membuku
mulutnya dan menggigit lenganku…
Sepertinya, aku mulai
lapar akan tubuhnya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar